Waspada Leptospirosis dalam Kemarau Basah: Ancaman Nyata dari Genangan yang Terabaikan




Kemarau seharusnya identik dengan cuaca kering dan sinar matahari yang menyengat. Namun, belakangan ini, fenomena kemarau basah—yakni kondisi kemarau yang tetap diselingi hujan deras—semakin sering terjadi di berbagai wilayah Indonesia. Di balik cuaca yang tak menentu ini, muncul satu ancaman yang sering luput dari perhatian masyarakat: leptospirosis.


Apa Itu Leptospirosis?

Leptospirosis adalah penyakit zoonosis, yaitu penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Leptospira interrogans, yang banyak ditemukan di urin hewan, terutama tikus. Dalam kondisi lingkungan yang lembab dan basah, bakteri ini bisa bertahan hidup di air atau tanah selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.

Manusia dapat tertular leptospirosis melalui:

  • Luka terbuka yang terkena air atau tanah yang terkontaminasi urin hewan,
  • Kontak dengan selaput lendir (mata, hidung, mulut),
  • Atau bahkan tanpa sadar saat berjalan di genangan air tercemar.


Mengapa Leptospirosis Mengintai di Musim Kemarau Basah?

Fenomena kemarau basah menciptakan lingkungan yang ideal bagi penyebaran leptospirosis. Di satu sisi, udara panas dan kelembapan tinggi mempercepat penguraian sampah organik dan memperparah masalah sanitasi. Di sisi lain, hujan yang turun sewaktu-waktu membuat saluran air meluap dan menciptakan genangan-genangan di jalanan, selokan, hingga pekarangan rumah.

Dalam kondisi seperti ini, urin tikus yang terkontaminasi bakteri Leptospira dapat tersebar lebih luas melalui aliran air. Tidak heran jika sejumlah daerah seperti Yogyakarta, Surabaya, dan beberapa kota di Jawa Barat melaporkan lonjakan kasus leptospirosis selama masa peralihan musim ini.


Gejala yang Sering Terabaikan

Salah satu alasan leptospirosis kerap luput dari diagnosis awal adalah karena gejalanya mirip dengan penyakit lain, seperti flu, demam berdarah, atau bahkan COVID-19. Gejala umumnya muncul 5–14 hari setelah paparan bakteri, dan bisa meliputi:

  • Demam tinggi mendadak
  • Sakit kepala hebat
  • Nyeri otot, terutama di betis dan punggung
  • Mual dan muntah
  • Mata merah
  • Kulit atau mata menguning (jika sudah mengenai hati)
  • Urine berwarna gelap atau kurang dari biasanya

Jika tidak segera ditangani, leptospirosis bisa berkembang menjadi komplikasi serius seperti gagal ginjal, meningitis, hingga kematian.


Siapa yang Paling Rentan?

Beberapa kelompok masyarakat yang paling berisiko terkena leptospirosis meliputi:

  • Petani, pekerja saluran air, dan petugas kebersihan
  • Masyarakat yang tinggal di daerah padat dengan sistem sanitasi buruk
  • Anak-anak yang bermain di luar rumah saat atau setelah hujan
  • Orang yang memiliki luka terbuka, lecet, atau infeksi kulit

Pencegahan: Kembali ke Dasar, Tapi Konsisten

Pencegahan leptospirosis sebetulnya cukup sederhana, tetapi sering terabaikan. Berikut beberapa langkah yang sangat efektif:

1. Jaga Kebersihan Lingkungan

  • Bersihkan saluran air secara rutin agar tidak tersumbat
  • Buang sampah pada tempatnya dan cegah penumpukan limbah organik
  • Tutup rapat makanan dan bahan makanan agar tidak menarik perhatian tikus

2. Gunakan Alat Pelindung

  • Saat membersihkan selokan, berkebun, atau bekerja di area lembap, gunakan sepatu bot dan sarung tangan karet.
  • Hindari berjalan tanpa alas kaki di genangan air.

3. Tangani Luka dengan Baik

  • Luka sekecil apapun, baik lecet, goresan, maupun gigitan serangga harus segera dibersihkan dan ditutup rapat.
  • Hindari paparan air yang berpotensi terkontaminasi.

4. Kontrol Tikus

  • Tutup celah rumah dan atap agar tikus tidak masuk.
  • Gunakan perangkap tikus atau jasa pengendalian hama jika infestasi sudah luas.

5. Edukasi Keluarga & Lingkungan

  • Sebarkan informasi ini kepada anak-anak, tetangga, dan komunitas sekitar.
  • Jadikan pencegahan leptospirosis sebagai bagian dari rutinitas hidup bersih dan sehat.

Peran Pemerintah dan Tenaga Kesehatan

Pemerintah daerah dan puskesmas memiliki peran strategis dalam edukasi dan penanggulangan leptospirosis. Program Germas (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat) harus diperkuat dengan kampanye pencegahan penyakit berbasis lingkungan seperti leptospirosis.

Beberapa daerah juga mulai menyediakan vaksin leptospirosis bagi kelompok pekerja berisiko tinggi, meskipun vaksin ini belum masuk program imunisasi nasional secara luas.

Tenaga kesehatan di layanan primer wajib mewaspadai leptospirosis sebagai salah satu diagnosis banding untuk pasien demam akut, terutama jika ada riwayat kontak dengan genangan atau pekerjaan lapangan.

Jangan Remehkan Air Genangan

Leptospirosis mengajarkan kita satu hal penting: bahkan genangan air kecil di depan rumah bisa menjadi sumber bahaya yang mematikan jika tidak diantisipasi. Di tengah perubahan iklim dan pola cuaca yang semakin tidak menentu, menjaga lingkungan tetap bersih, menghindari risiko paparan, dan sigap terhadap gejala demam menjadi kunci utama.

Kemarau yang tak sepenuhnya kering bukanlah alasan untuk lengah. Justru pada saat seperti inilah kita perlu lebih waspada. Karena penyakit seperti leptospirosis tak menunggu musim hujan untuk menyerang—ia hanya menunggu satu genangan kecil, satu luka terbuka, dan satu kali kelalaian. (ind)


Penulis: Ners Fauziah Hanum, S.Kep.

No comments

Powered by Blogger.